4/17/2012

Bangkit dari Kamar 2x2 Meter


Kamar Kost Awal dari Kebangkitan

Diman, salah seorang anak Desa di daerah Probowangi. Pria berparas tampan ini memiliki sejuta impian yang ingin ia bawa ketika sudah lulus dari SMA nanti. Bapaknya adalah seorang petani yang hari-harinya dipenuhi oleh banting tulang hingga tulangnya beliau sendiri remuk. Ibunya adalah seorang ibu rumah tangga yang diselingi dengan menjadi buruh nyuci baju tetangga. Diman memiliki sebuah impian yang dari TK hingga SMA selalu ia tuliskan di balik pintu kamarnya. “Satu kata yang kutulis dan kucamkan yang hingga suatu saat ingin kuwujudkan adalah “Aku ingin menjadi Ulama” kata Diman. Meski ia adalah seorang anak yang memiliki keterbatasan pada salah satu anggota tubuhnya, ia tetap menjadi manusia yang kokoh sekokoh karang yang setiap hari diterpa oleh ombak pantai yang sangat kencang.


“Aku memiliki beberapa orang sahabat yang mereka mau menemaniku hingga masa-masa SMA-ku yang selalu ku kenang hingga matiku. Ku ingin mengukir kayu-kayu kehidupan bersama mereka semua dengan bermodal semangatku dan ruhiahku kepada Allah Azza Wa Jalla.” Ucap Diman dalam kesendiriannya di sebuah ruangan 2x2 meter. Di kamar yang sempit itu dengan ditemani anyaman bambu yang menutupi kamarnya, ia memunculkan sebuah pertanyaan kepada hati kecilnya, “Sebenarnya apa yang membuatku hadir di sini?” Ucap dia sambil menatap langit-langit atap yang dihinggapi lampu lilin 5 Watt dengan tatapan kosong. Diman memiliki khayalan tingkat tinggi kalau menurutnya seperti yang dinyanyikan oleh salah satu grup band terkenal di Indonesia. Dalam pencarian jawaban yang ia munculkan sendiri itu, ia sempat melakukan ekspansi ke berbagai komunitas dari komunitas yang sangat dekat dengan bau-bau hitamnya hidup dari seks, narkoba hingga perampok. Dia memang mempunyai sebuah pikiran bahwasannya hidup janganlah ada sekat-sekat. Sekat yang dibuat oleh manusia sendiri tanpa memandang hal yang dilakukan itu masuk dalam ranah diskriminasi terhadap kelompok lain atau tidak. Di salah satu komunitas yang bernamakan Garda Garuda yang isi orang-orang di dalamnya adalah kumpulan budayawan, politisi hingga pekerja seks baik laki-laki maupun perempuan. Ia berkenalan dengan salah seorang komunitas yang menyambutnya dengan baik pertama kalinya, dia sangat terkenal dengan julukan “Andi Koplak”. Ketika itu, Diman sedang berduduk di depan halte yang amat lusuh dan jarang diduduki oleh para calon penumpang karena atapnya bisa ditembus oleh matahari karena sudah dimakan usia.  Disitulah ia mengenal sosok Andi Koplak yang terkenal dengan kesupelan dalam bergaulnya. Andi Koplak pada awalnya banyak tidak melakukan bicara meski dalam proses perkenalan dengan Diman. Diman yang merupakan sesosok manusia yang mudah sekali penasaran, ia terus menggali-menggali dan menggali sebenarnya apa yang menjadi kegalauan berpikirnya tentang si Andi Koplak. Andi Koplak juga bukanlah orang yang bisa dianggap remeh meski tampangnya yang sangat pas-pasan dengan celana yang sobek-sobek dan kulitnya yang dipenuhi dengan tato di sekujur tubuhnya yang bagaikan ular yang memiliki corak saja. Dan aku pun ngobrol  dengannya. Ku awali pada waktu itu dengan sapaan. “Mas, lagi nunggu siapa? Saya disini sudah sangat lama namun dari tadi saya lihat masnya nggak beranjak dari tempat ini. Saya merasa aneh saja dengan tempat ini” tanyaku kepadanya.  Lantas si Andi Koplak menyahutnya dengan sebuah tanggapan yang dingin sedingin es batu yang baru saja dikeluarkan dari kulkas.

Si Andi memang suka menggunakan raut muka seperti itu ketika langsung disapa oleh orang yang sok familiar. Namun, sebenarnya si Andi di dalam hatinya ia adalah sosok yang sangat baik meski dengan fashion yang memiliki gaya ala anak-anak sosialis. Dalam sebuah pertemuan dengan salah seorang ia juga kedapatan memiliki pengalaman yang sama. Waktu itu ada seorang gadis manis yang bernama Sora yang sedang duduk-duduk di halte yang sama. Sora memanglah anak gadis yang suka dengan yang namanya obrolan jadi siapapun pasti diajak ngobrol olehnya mulai dari mbah-mbah, kakek-kakek, ibu-ibu PKK hingga bapak-bapak yang bermuka seram ia ajak ngobrol ngalor ngidul nggak jelas tujuannya. Disinilah pengalaman kedua bagi mereka yang sudah terkena korban akibat kecuekannya. Emang aneh tuh orang, dia memang suka berlagak seperti itu makanya mereka yang tidak paham dengan karakteristik ia, ia akan langsung menjauhinya. Aneh bin ajaib si Andi Koplak memang sekoplak orangnya. Hehehe…..

Diman semakin memahami bagaimanakah karakter si Koplak karena seringnya berinteraksi dengannya. Hari pertama memang sangat berkesan olehnya karena berkenalan dengan salah seorang yang menyebut dirinya Andi Koplak. (bersambung...)
***

0 komentar:

Posting Komentar