Kamar Kost Awal dari Kebangkitan |
Diman, salah seorang anak Desa di
daerah Probowangi. Pria berparas tampan ini memiliki sejuta impian yang ingin
ia bawa ketika sudah lulus dari SMA nanti. Bapaknya adalah seorang petani yang
hari-harinya dipenuhi oleh banting tulang hingga tulangnya beliau sendiri
remuk. Ibunya adalah seorang ibu rumah tangga yang diselingi dengan menjadi
buruh nyuci baju tetangga. Diman memiliki sebuah impian yang dari TK hingga SMA
selalu ia tuliskan di balik pintu kamarnya. “Satu kata yang kutulis dan
kucamkan yang hingga suatu saat ingin kuwujudkan adalah “Aku ingin menjadi
Ulama” kata Diman. Meski ia adalah seorang anak yang memiliki keterbatasan pada
salah satu anggota tubuhnya, ia tetap menjadi manusia yang kokoh sekokoh karang
yang setiap hari diterpa oleh ombak pantai yang sangat kencang.
“Aku memiliki beberapa orang
sahabat yang mereka mau menemaniku hingga masa-masa SMA-ku yang selalu ku
kenang hingga matiku. Ku ingin mengukir kayu-kayu kehidupan bersama mereka
semua dengan bermodal semangatku dan ruhiahku kepada Allah Azza Wa Jalla.” Ucap
Diman dalam kesendiriannya di sebuah ruangan 2x2 meter. Di kamar yang sempit
itu dengan ditemani anyaman bambu yang menutupi kamarnya, ia memunculkan sebuah
pertanyaan kepada hati kecilnya, “Sebenarnya apa yang membuatku hadir di sini?”
Ucap dia sambil menatap langit-langit atap yang dihinggapi lampu lilin 5 Watt
dengan tatapan kosong. Diman memiliki khayalan tingkat tinggi kalau menurutnya
seperti yang dinyanyikan oleh salah satu grup band terkenal di Indonesia. Dalam
pencarian jawaban yang ia munculkan sendiri itu, ia sempat melakukan ekspansi
ke berbagai komunitas dari komunitas yang sangat dekat dengan bau-bau hitamnya
hidup dari seks, narkoba hingga perampok. Dia memang mempunyai sebuah pikiran
bahwasannya hidup janganlah ada sekat-sekat. Sekat yang dibuat oleh manusia
sendiri tanpa memandang hal yang dilakukan itu masuk dalam ranah diskriminasi
terhadap kelompok lain atau tidak. Di salah satu komunitas yang bernamakan
Garda Garuda yang isi orang-orang di dalamnya adalah kumpulan budayawan,
politisi hingga pekerja seks baik laki-laki maupun perempuan. Ia berkenalan
dengan salah seorang komunitas yang menyambutnya dengan baik pertama kalinya,
dia sangat terkenal dengan julukan “Andi Koplak”. Ketika itu, Diman sedang
berduduk di depan halte yang amat lusuh dan jarang diduduki oleh para calon
penumpang karena atapnya bisa ditembus oleh matahari karena sudah dimakan usia.
Disitulah ia mengenal sosok Andi Koplak
yang terkenal dengan kesupelan dalam bergaulnya. Andi Koplak pada awalnya
banyak tidak melakukan bicara meski dalam proses perkenalan dengan Diman. Diman
yang merupakan sesosok manusia yang mudah sekali penasaran, ia terus
menggali-menggali dan menggali sebenarnya apa yang menjadi kegalauan berpikirnya
tentang si Andi Koplak. Andi Koplak juga bukanlah orang yang bisa dianggap
remeh meski tampangnya yang sangat pas-pasan dengan celana yang sobek-sobek dan
kulitnya yang dipenuhi dengan tato di sekujur tubuhnya yang bagaikan ular yang
memiliki corak saja. Dan aku pun ngobrol
dengannya. Ku awali pada waktu itu dengan sapaan. “Mas, lagi nunggu
siapa? Saya disini sudah sangat lama namun dari tadi saya lihat masnya nggak
beranjak dari tempat ini. Saya merasa aneh saja dengan tempat ini” tanyaku
kepadanya. Lantas si Andi Koplak
menyahutnya dengan sebuah tanggapan yang dingin sedingin es batu yang baru saja
dikeluarkan dari kulkas.
Si Andi memang suka menggunakan
raut muka seperti itu ketika langsung disapa oleh orang yang sok familiar. Namun,
sebenarnya si Andi di dalam hatinya ia adalah sosok yang sangat baik meski
dengan fashion yang memiliki gaya ala anak-anak sosialis. Dalam sebuah
pertemuan dengan salah seorang ia juga kedapatan memiliki pengalaman yang sama.
Waktu itu ada seorang gadis manis yang bernama Sora yang sedang duduk-duduk di
halte yang sama. Sora memanglah anak gadis yang suka dengan yang namanya
obrolan jadi siapapun pasti diajak ngobrol olehnya mulai dari mbah-mbah,
kakek-kakek, ibu-ibu PKK hingga bapak-bapak yang bermuka seram ia ajak ngobrol ngalor
ngidul nggak jelas tujuannya. Disinilah pengalaman kedua bagi mereka yang
sudah terkena korban akibat kecuekannya. Emang aneh tuh orang, dia memang suka
berlagak seperti itu makanya mereka yang tidak paham dengan karakteristik ia,
ia akan langsung menjauhinya. Aneh bin ajaib si Andi Koplak memang sekoplak
orangnya. Hehehe…..
Diman semakin memahami
bagaimanakah karakter si Koplak karena seringnya berinteraksi dengannya. Hari
pertama memang sangat berkesan olehnya karena berkenalan dengan salah seorang
yang menyebut dirinya Andi Koplak. (bersambung...)
***
0 komentar:
Posting Komentar